Syarat Dan Tata Cara Shalat Sambil Duduk, Berbaring, Instruksi Dan Berdiri
Pada sesi sebelumnya telah kami bahas perihal rukun shalat yaitu ada 13 atau 17. Jika anda belum mengetahui mengenai rukun shalat yang benar maka lebih baik anda membaca terlebih dahulu ulasan kami tersebut biar lebih paham mengenai rukun-rukun yang ada di dalam sembahyang. Berdiri merupakan salah satu rukun di dalam shalat. Berdiri hanya diwajibkan bagi orang yang kuasa. Orang yang tidak berdiri didalam shalat padahal ia kuasa untuk berdiri maka tidak sah shalatnya. Untuk orang yang tidak kuasa untuk berdiri maka akan kita jelaskan dalam beberapa ulasan berikut menurut kategori ozor yang dialami.
Untuk orang tuhan dalam berdiri maka wajib baginya untuk berdiri. Berdiri yaitu berdiri tegak dengan membetulkan tulang belakang atau jangan membungkuk bahkan boleh bersandar apabila cidera. Apabila seorang yang berdiri dan dengan sengaja membungkukkan badannya tanpa ozor sekira-kira hampir menyamai ruku’ atau sama dengan ruku’ bahkan lebih rendah dari ruku’ maka tidak dinamakan berdiri didalam sembahyang dan tidak sah berdirinya sehingga tidak sah pula shalatnya. Akan tetapi, kalau seorang itu memang ozor yaitu tidak bisa berdiri dengan tepat alasannya bungkuk badannya dan hampir-hampir ibarat ruku’ maka boleh berdiri ibarat itu tetapi wajib menambah bengkoknya dikala ia ruku’.
Apabila seorang tidak sanggup berdiri di dalam shalat maka wajib baginya mengerjakan shalat dalam keadaan duduk. Adapaun tata cara duduk ialah bagaimana seorang itu bisa untuk duduk. Artinya bagaimana sekehendak bisa dan tidak menjadikan mudharat baginya dalam keadaaan duduk tersebut untuk mengerjakan shalat. Dan seafdhal-afdhalnya duduk itu ialah duduk iftiraj. Duduk iftiraj lebih baik daripada duduk tawarruk atau duduk yang lainnya. Duduk iftiraj ialah seumpama duduk seorang pada duduk tahyat awal didalam shalat sedangkan duduk tawarruk ialah seumpama duduk seorang dalam tahyat simpulan di dalam shalat.
Apabila seorang yang tidak kuasa duduk maka shalat seseorang itu dalam keadaan berbaring. Dalam keadaan berbaring hendaklah hadapkan kepada kiblat. Cara menghadapkan kiblat yang benar ialah dengan tidur berbaring di atas lambung kanan artinya ajun berada di bab bawah dan dada menghadap ke kiblat. Akan tetapi kalau tidak memungkinkan maka boleh menghadapkan ke kiblat dengan tidur di atas labung kiri artinya tangan kiri di bab bawah tetapi dada tetap menghadap ke kiblat.
Jika seseorang tidak sanggup shalat dengan berbaring maka boleh shalat ia dengan cara tidur telentang. Adapaun untuk menghadap kiblat maka arahkan kakinya ke arah kiblat dan tinggikan kepalanya dengan seseutu ibarat bantal biar kepalanya menghadap kiblat. Maka dalam keadaaan ibarat itu wajib baginya untuk terus menghadapkan kepalanya ke kiblat dan batal shalatnya apabila memalingkan kepalanya. Adapun bagi orang yang sakit dan harus shalat secara telentang sedangankan ia berada di dalam bangunan ka’bah (bukan masjidil haram) maka tidak wajib baginya untuk meninggikan kepalanya. Untuk sujud dan ruku’ maka wajib baginya untuk mengisyarat padanya dengan memakai kepala dan merendahkan sujud daripada ruku’nya dikala mengisyarat.
Apabila seorang tidak sanggup mengisyaratkan dengan kepalanya dikala tidur berbaring maka hendaklah ia mengiratkan dengan kelopak matanya. Dan dalam keadaan ini tidak wajib baginya untuk merendahkan sujud dari pada ruku’nya.
Apabila dalam keadaan mengedipkan mata juga lemah maka hendaklah ia melaksanakan perbuatan shalat itu dengan hatinya dengan diumpamakan dalam hatinya akan berdiri, membaca, ruku’, sujud dan lainnya serta tidak wajib baginya untuk mengqadha shalatnya tersebut. Dan tidak gugur shalatnya itu selama tetap dalam keadaan sadar.
Kesemua pembahasan tersebut mempunyai dasar aturan dalam hadits Rasulullah S.A.W.
“Shalatlah sambil berdiri, kalau kau tidak bisa sambil duduk, dan kalau kau tidak mampu, sambil berbaring miring.” (HR. Bukhari 1117).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Orang yang shalat sambil berdiri ialah yang paling baik. Orang yang shalat sambil duduk menerima pahala separuh dari yang berdiri. Orang yang shalat sambil berbaring menerima pahala separuh dari yang duduk.” (HR. Bukhari 1116 dan Muslim 735).
Makara kerjakan shalat anda sesuai dengan keadaan dan kemampuan. Maknanya ialah tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat. Jika anda shalat dengan keadaan duduk sedangkan anda bisa untuk berdiri maka tidak sah shalat anda. Demikian saja ulasan mengenai shalat samial berdiri, duduk, berbaring, dan aba-aba , semoga memperlihatkan manfaat. aamiin
Untuk orang tuhan dalam berdiri maka wajib baginya untuk berdiri. Berdiri yaitu berdiri tegak dengan membetulkan tulang belakang atau jangan membungkuk bahkan boleh bersandar apabila cidera. Apabila seorang yang berdiri dan dengan sengaja membungkukkan badannya tanpa ozor sekira-kira hampir menyamai ruku’ atau sama dengan ruku’ bahkan lebih rendah dari ruku’ maka tidak dinamakan berdiri didalam sembahyang dan tidak sah berdirinya sehingga tidak sah pula shalatnya. Akan tetapi, kalau seorang itu memang ozor yaitu tidak bisa berdiri dengan tepat alasannya bungkuk badannya dan hampir-hampir ibarat ruku’ maka boleh berdiri ibarat itu tetapi wajib menambah bengkoknya dikala ia ruku’.
![]() |
Shalat |
Baca juga : Tata cara niat yang benar dalam shalat
Apabila seorang yang tidak kuasa duduk maka shalat seseorang itu dalam keadaan berbaring. Dalam keadaan berbaring hendaklah hadapkan kepada kiblat. Cara menghadapkan kiblat yang benar ialah dengan tidur berbaring di atas lambung kanan artinya ajun berada di bab bawah dan dada menghadap ke kiblat. Akan tetapi kalau tidak memungkinkan maka boleh menghadapkan ke kiblat dengan tidur di atas labung kiri artinya tangan kiri di bab bawah tetapi dada tetap menghadap ke kiblat.
Jika seseorang tidak sanggup shalat dengan berbaring maka boleh shalat ia dengan cara tidur telentang. Adapaun untuk menghadap kiblat maka arahkan kakinya ke arah kiblat dan tinggikan kepalanya dengan seseutu ibarat bantal biar kepalanya menghadap kiblat. Maka dalam keadaaan ibarat itu wajib baginya untuk terus menghadapkan kepalanya ke kiblat dan batal shalatnya apabila memalingkan kepalanya. Adapun bagi orang yang sakit dan harus shalat secara telentang sedangankan ia berada di dalam bangunan ka’bah (bukan masjidil haram) maka tidak wajib baginya untuk meninggikan kepalanya. Untuk sujud dan ruku’ maka wajib baginya untuk mengisyarat padanya dengan memakai kepala dan merendahkan sujud daripada ruku’nya dikala mengisyarat.
Apabila seorang tidak sanggup mengisyaratkan dengan kepalanya dikala tidur berbaring maka hendaklah ia mengiratkan dengan kelopak matanya. Dan dalam keadaan ini tidak wajib baginya untuk merendahkan sujud dari pada ruku’nya.
Apabila dalam keadaan mengedipkan mata juga lemah maka hendaklah ia melaksanakan perbuatan shalat itu dengan hatinya dengan diumpamakan dalam hatinya akan berdiri, membaca, ruku’, sujud dan lainnya serta tidak wajib baginya untuk mengqadha shalatnya tersebut. Dan tidak gugur shalatnya itu selama tetap dalam keadaan sadar.
Kesemua pembahasan tersebut mempunyai dasar aturan dalam hadits Rasulullah S.A.W.
صَلِّ قائماً، فإِن لم تستطع فقاعداً، فإِن لم تستطع فعلى جَنب
“Shalatlah sambil berdiri, kalau kau tidak bisa sambil duduk, dan kalau kau tidak mampu, sambil berbaring miring.” (HR. Bukhari 1117).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
من صلى قائماً فهو أفضل، ومن صلّى قاعداً فله نصف أجر القائم، ومن صلى نائماً فله نصف أجر القاعد
Makara kerjakan shalat anda sesuai dengan keadaan dan kemampuan. Maknanya ialah tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat. Jika anda shalat dengan keadaan duduk sedangkan anda bisa untuk berdiri maka tidak sah shalat anda. Demikian saja ulasan mengenai shalat samial berdiri, duduk, berbaring, dan aba-aba , semoga memperlihatkan manfaat. aamiin
Baca juga : Tata cara shalat dalam perjalanan atau kendaraan
Sumber https://www.berimanblog.com/