Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Menghadap Kiblat Di Dalam Syarat Sah Shalat

Sebagaimana pada syarat sah sembahyang atau shalat ialah menghadapkan tubuh ke kiblat. Menghadap ke kiblat pada mulanya ialah baitul maqdis, kemudian turun firman Allah semoga memindahkan kiblat ke ka’bah baitullah di Mekkah Al Mukarramah. Ka’bah sebagai kiblat kita muslim untuk shalat maka wajib hukumnya untuk menghadap kepadanya dikala shalat kecuali hslat sunat. Hal ini akan kami jelaskan berikut ini bagaimana makna menghadap kiblat dengan benar sesuai usulan syariat dan di dalam mazhab syafiiyah.

Bagian tubuh yang wajib menghadap kiblat dikala shalat ialah dada bukan muka. Seseorang yang memalingkan mukanya dikala shalat maka tetap sah shalatnya tetapi hukumnya makruh artinya lebih baik tidak berpaling mukanya. Tetapi apabila seseorang yang shalat kemudian dadanya berpaling dari arah kiblat maka batallah shalatnya. Shalat orang tersebut harus di ulang.

 Sebagaimana pada syarat sah sembahyang atau shalat ialah menghadapkan tubuh ke kiblat Makna Menghadap Kiblat di Dalam Syarat Sah Shalat
Baitullah

Kiblat pada shalat wajib

Wajib hukumnya menghadap kiblat pada shalat wajib artinya batal atau tidak sah shalat seseorang kalau tidak menghadap kiblat. Ada dua daerah shalat tidak wajib menghadap kiblat yaitu shalat dikala berhadapan dengan hewan buas dan dalam keadaan p3rang. Sah shalat seseorang meskipun menghadap ke arah mana saja asalkan dua syarat tersebut dimilikinya. Misalanya ada hewan yang berbahaya di bersahabat kita sedangkan kita hendak melaksanakan shalat maka wajib baginya shalat tetapi tidak wajib baginya menghadap kiblat. Adapun untuk shalat dalam p3rang maka boleh pula menghadap kemana saja memungkinkan. Untuk keadaan berp3rang, rukun menyerupai ruku’ sujud dan sebagainya hanya diisyaratkan atau qashadkan saja dalam hatinya tanpa wajib melaksanakan gerakan menyerupai biasa pada keadaan aman. Shalat yang menyerupai ini dikenal dengan shalat dalam keadaan ketakutan. Adapaun shalat orang yang dalam keadaan ketakutan tidak wajib qadha padanya. Artinya meskipun pada lain waktu ia mendapat keadaan yang tidak dalam ketakutan maka tidak wajib mengqadha padanya akan shalat dalam ketakutan tadi.

Untuk orang yang berada pada suatu daerah yang tidak diketahui arah kiblat maka wajib baginya ijtihat wacana arah kiblat. Arah kiblatnya ialah arah dimana mengakibatkan keyakinan padanya sekurang-kurangnya ialah dhannya sesudah berijtihat. adapun untuk orang yang berada pada atau dalam kendaraan maka wajib baginya untuk berhenti alasannya ialah tidak sah shalat wajib dikerjakan dalam kendaraan tanpa menghadap kiblat. Contoh orang yang dalam pesawat, kapal laut, perahu, kereta api dan lain-lain. Namun demikian, untuk menghormati waktu maka laksanakanlah shalat baginya tetapi pada lain waktu wajib qadha baginya. Apa guna shalat hormat waktu? Kegunaannya ialah apabila seorang itu wafat sebelum mengqadha shalatnya yang menghormati waktu maka shalatnya tidak akan dipertanyakan pada hari akhirat. Keadaan menyerupai ini masih diperhitungkan apabila si Fulan tidak melalaikan waktu dalam mengqadha shalatnya.

Kiblat pada shalat sunat

Pada shalat sunat juga berlaku sebagaimana shalat dalam keadaan ketakutan menyerupai yang dijelaskan di atas tadi. Sebagai tambahannya, boleh pula tidak mengahadap kiblat pada shalat sunat bagi seorang yang musafir. Sekurang-kurangnya musafir yang boleh untuk melalukan hal ini ialah sejauh tidak terdengar lagi azan kampunya. Azan yang kita bicarakan di sini ialah azan yang tidak menggunakan pengeras suara. Pada pendapat yang lemah itu dikatakan bahwa perjalanan itu sekira 1 mil atau umpanya 1 mil.

Adapun tata cara shalat sunat dalam kendaraan itu ialah sebagaimana memungkinkan untuk shalat. Jika memungkinkan contohnya seorang yang shalat di atas kendaraan berupa unta yang mempunyai daerah sujud maka boleh sujud akan ia pada daerah tersebut tetapi pada kendaraan yang tidak memungkinkan untuk ruku’, sujud atau duduk maka seorang itu hanya wajib mengisyaratkan geraknya di dalam shalat.

Adapun untuk shalat yang dalam perjalanan yang tidak menggunakan kendaraan yaitu seorang yang musafir dengan perjalanan kaki maka yang wajib baginya menghadap kiblat hanya pada 4 daerah yaitu (1) takbiratul ihram, (2) ruku’, (3) sujud dan (4) duduk antara dua sujud. Dan dihentikan seorang yang mengerjakan shalat sunat dalam perjalanan kaki berjalan pada segala rukun shalat kecuali pada (1) berdirinya, (2) ‘itidal (3) tasyahud dan (4) salam. Artinya bahwa boleh shalat sambil berjalan pada rukun shalat berdiri, ‘itidal, tasyahud dan salam.  Keadaan ini hanya berlakuk pada shalat sunat tidak pada shalat wajib. Begitulah dijelaskan dalam kitab kuning Mathla'ul Badrain.

Sumber https://www.berimanblog.com/