Bukankah Alasan Kita Terjatuh Biar Kita Dapat Berguru Untuk Bangun?
Pascatsunami tahun 2014 silam saya berangkat ke Banda Aceh. Paman saya yang bersahabat dipangil acek dalam bahasa Aceh mengajak saya berjalan-jalan dan tibalah di sebuah kawasan yang namanya “Alue Naga”. Saya tidak melihat apa-apa kala itu, hanya dataran datar dan tanah kosong. Tidak ada rumah, tidak ada bangunan toko, gubuk-gebuk juga kandas, pohon-pohon juga tak menyapa. Semua itu alasannya ialah Tsunami yang meluluhlantakkan kawasan khawasan Alue Naga.
Semuanya bermula sempurna pada tanggal 26 Desember tahun 2004. Sekitar pukul 08.00 WIB., gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang bumi Aceh. Gempa yang diiringi gelombang ganas yang sering disebut Tsunami tersebut meluluhlantakkan seluruh khawasan pesisir Aceh tidak terkecuali desa Alue Naga. Alue Naga termasuk kawasan yang paling parah diterjang ombak raksasa Tsunami.
Tanam-tanaman yang akarnya tidak berhak lagi menyerap air dari bumi semuanya tumbang. Tanam-tanaman yang daunnya tidak berhak lagi menyerap cahaya surya semuanya terbawa gelombang. Jiwa-jiwa insan yang rezkinya sudah habis di muka bumi semunya kembali kepada-Nya. Setiap insan-insan yang langkah kakinya tidak berhak lagi untuk ditapaki di muka bumi semunya memenuhi kesepakatan terakhirnya. Setiap insan yang hak nafasnya telah habis di dunia semuanya menghadap Yang Maha Kuasa. Pria dan perempuan serta bawah umur yang jam kehidupannya telah berhenti berdetak semuanya menuju peristirahatan terakhirnya. Saat kejadian itu, sangat berbagai orang-orang yang jatah, nafas, rezkinya hilang dan harus meningalkan sanak saudaranya di dunia.
Ternyata mereka sungguh luar biasa, dengan keadaan menyerupai itu bahkan mereka yang menghibur kami. Mereka sangat berpengaruh dan tegar dengan tragedi alam yang yang kuasa timpakan kepada mereka. Mereka membangun kembali tempat tinggal mereka yang kandas diterjang tsunami. Desa yang dulu seakan sampan yang bertuan kini telah didayung kembali oleh pemiliknya. Mereka yang terjatuh begitu dalam kini bangun ke permukaan. Mereka seakan menuturkan kepada kami “bukankah alasan kita terjatuh biar kita dapat berguru untuk bangun?”
Semuanya bermula sempurna pada tanggal 26 Desember tahun 2004. Sekitar pukul 08.00 WIB., gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang bumi Aceh. Gempa yang diiringi gelombang ganas yang sering disebut Tsunami tersebut meluluhlantakkan seluruh khawasan pesisir Aceh tidak terkecuali desa Alue Naga. Alue Naga termasuk kawasan yang paling parah diterjang ombak raksasa Tsunami.
Tanam-tanaman yang akarnya tidak berhak lagi menyerap air dari bumi semuanya tumbang. Tanam-tanaman yang daunnya tidak berhak lagi menyerap cahaya surya semuanya terbawa gelombang. Jiwa-jiwa insan yang rezkinya sudah habis di muka bumi semunya kembali kepada-Nya. Setiap insan-insan yang langkah kakinya tidak berhak lagi untuk ditapaki di muka bumi semunya memenuhi kesepakatan terakhirnya. Setiap insan yang hak nafasnya telah habis di dunia semuanya menghadap Yang Maha Kuasa. Pria dan perempuan serta bawah umur yang jam kehidupannya telah berhenti berdetak semuanya menuju peristirahatan terakhirnya. Saat kejadian itu, sangat berbagai orang-orang yang jatah, nafas, rezkinya hilang dan harus meningalkan sanak saudaranya di dunia.
 |
| Ilustrasi Gelobang Tsunami Aceh |
Ketika saya melihat ke ufuk timur sampai barat, selatan ke utara, semunya seakan semuanya telah usai. Dalam hati saya berkata “kiamat sudah tiba”. Daratan Alue Naga tiada sisa. Saya melihat seakan tidak ada lagi keinginan untuk bangkit. Daratan Alue Naga bagaikan sampan yang tak bertuan. Mata ku berkaca-kaca, dalam hatiku berbatin “bagaimana nasib saudara-saudaraku, dimana mereka yang selamat sekarang?”. Saya tidak dapat berkata-kata bahkan hanya dapat menangis dalam senyuman.
Ternyata mereka sungguh luar biasa, dengan keadaan menyerupai itu bahkan mereka yang menghibur kami. Mereka sangat berpengaruh dan tegar dengan tragedi alam yang yang kuasa timpakan kepada mereka. Mereka membangun kembali tempat tinggal mereka yang kandas diterjang tsunami. Desa yang dulu seakan sampan yang bertuan kini telah didayung kembali oleh pemiliknya. Mereka yang terjatuh begitu dalam kini bangun ke permukaan. Mereka seakan menuturkan kepada kami “bukankah alasan kita terjatuh biar kita dapat berguru untuk bangun?”
Sumber https://www.berimanblog.com/
